Artikel dikirim oleh redaksi pada 30 May 2011 – 05:36Belum Ada Komentar | 872 views
Pada konferensi perubahan iklim di Bali tahun 2007, laut di sebut-sebut salah satu wilayah yang berpotensi sebagai penyerap gas karbon terbesar selain wilayah hutan. Hal tersebut terjadi karena di kedalaman laut, terdapat banyak hewan dan tumbuhan, yang juga membutuhkan gas karbon untuk proses fotosintesis, seperti tumbuhan di daratan atau di hutan.Kemudian, sedimen di laut terutama di laut dalam, ternyata dapat menyediakan tempat yang permanen dan tak terbatas, untuk menyimpan emisi gas. Sekitar seperempat CO2 yang dihasilkan oleh manusia dari hasil pembakaran bahan bakar fosil diserap dan disimpan di lautan. Dengan adanya potensi laut sebagai penyerab gas karbon maka, Indonesia berpeluang mengurangi emisi karbon nya dengan memanfaatkan luas laut yang dimiliki.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi laut-laut besar seperti Samudera Hindia atau Laut Jawa. Dengan sekitar 16.777 pulau, yang memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km2, menjadikan Indonesia memiliki kekayaan laut yang melimpah. Tidak hanya berbagai jenis ikan, atau binatang laut, namun juga mutiara dan minyak. Dengan adanya kekayaan laut yang besar, Indonesia kemudian menjadi salah satu negara pengekspor hasil laut.
Namun sekarang ini laut Indonesia semakin lama semakin memprihatinkan keadaannya. Berbagai kerusakan laut makin banyak ditemukan. Terdapat terumbu karang yang rusak di berbagai daerah akibat pengambilan ikan dengan menggunakan pukat harimau atau bom, atau karena pembukaan tambak udang dan lainnya. Pencemaran laut pun terjadi. Limbah industri dan rumahtangga, khususnya limbah pabrik (tailing), rata-rata bermuara ke laut. Seperti yang terjadi di dua teluk di Maluku Utara yakni Teluk Kao di Kabupaten Halmahera Utara dan Teluk Buli di Kabupaten Halmahera Timur (Berita Antara, 27 Maret 2007) atau kasus yang terkenal yaitu pencemaran tailing di Teluk Buyat, Sulawesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar