Sumber Daya Perikanan, Kekayaan
Kita yang (masih) Merana
Kita yang (masih) Merana
Dunia
telah mengakui, bahwa indonesia adalah negara kepulauan terbesar di
dunia, dimana terdiri dari 17.508 pulau, dengan garis pantai sekitar
81.000 km. Indonesia memiliki luas wilayah lautan sekitar 5,8 juta km2
atau sekitar 70% dari luas total teritorial Indonesia. Dengan potensi
fisik ini, tentunya kita harus berbangga atas potensi ini, serta mampu
mengelolanya dengan baik. Sayangnya, dengan potensi yang cukup besar
ini, kita (bangsa indonesia) belum mampu menunjukan kerdiriannya sebagai
bangsa bahari. Indikasinya sangat jelas, sampai hari ini masyarakat
kita yang berprofesi sebagai nelayan masih hidup di bawah garis
kemiskinan. Harusnya dengan potensi kekayaan bahari tersebut, sudah
mampu membuat bangsa ini sejahtera. Ini merupakan bukti
kegagalan pemerintah kita dalam penegelolaan sektor kelautan dan
perikanan. Sekaligus mengindikasikan perhatian pemerintah terhadap
sektor ini masih dipandang sebelah mata.
Apa pasal yang membuat bangsa ini belum mapan dalam sektor bahari? Indikasi
kecilnya adalah belum adanya kesadaran kolektif bangsa ini akan arti
pentingnya sektor kelautan kita. Dari segi pengambil kebijakan misalnya,
departemen yang secara khusus menangani masalah kebaharian yakni
kementerian Kelautan dan Perikanan kita baru ada pasca tumbangnya orde
baru. Itu baru pada persoalan penentu kebijakan. Tentunya potensi fisik
tersebut bukanlah hanya menjadi kebanggaan saja. Akan
tetapi potensi itu harus dikelola untuk kepentingan dan kemakmuran
rakyat. Sayangnya, sampai sekarang potensi sumberdaya perikanan kita
masih belum dikelola secara efektif. Layaknya raksasa yang masih tidur,
demikianlah potensi sumber daya perikanan kita. Dalam terminologi saya,
potensi tersebut hanya akan menjadi (potensi) kekayaan yang merana jika
tidak dikelola dengan baik.
Kekayaan yang merana
Laut
kita memiliki karakteristik yang sangat spesifik Dikatakan spesifik,
karena memiliki keaneragaman biota laut (ikan dan vegetasi laut) dan
potensi lainnya seperti kandungan bahan mineral. Dalam definisi
undang-undang no 31 tahun 2004 tentang perikanan, dikatakan bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebahagian hidupnya berada dalam lingkungan perairan.
Sumber daya perikanan, merupakan hasil kekayaan laut yang memiliki
potensi besar untuk menambah devisa negara. Menurut Rohmin Dahuri, bahwa
potensi pembangunan pesisir dan lautan kita terbagi dalam tiga kelompok
yaitu: (1) sumber daya dapat pulih (renewable recorces), (2) sumber daya tak dapat pulih (non-renewable recorces) dalam hal ini mineral dan bahan tambang, (3) jasa-jasa lingkungan (Environmental service). Sayangnya ketiga potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, akan menarik kiranya bila kita membeberkan ketiga kelompok potensi kelautan kita.
Sumberdaya
dapat pulih terdiri dari ikan dan vegetasi lainnya. Namun yang menjadi
primadona kita selama ini adalah pada sebatas ikan konsumsi seperti ikan
pelagis, ikan demersal, ikan karang, udang dan cumi-cumi. Sedangkan
untuk vegetasinya adalah terumbu karang, padang lamun, rumput laut, dan
hutan mangrove. Sumber daya perikanan laut sebagai sumber daya yang
dapat pulih sering kita salah tafsirk`n sebagai sumber daya yang dapat
eksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Dalam data Ditjen
Perikanan, (1995), Potensi sumber daya perikanan laut di indonesia
terdiri dari sumber daya perikanan pelagis besar dengan potensi produksi
sebesar 451.830 ton/tahun dan pelagis kecil sebesar 2.423.000 ton/tahun
sedangkan sumberdaya perikanan demersal memiliki potensi produksi
sebesar 3.163.630 ton/tahun, udang sebesar 100.728 ton/tahun, ikan
karangdengan potensi produksi sebesar 80.082 ton/tahun dan cumi-cumi
sebesar 328.968 ton/tahun. Dengan demikian potensi lestari sumber daya
perikanan laut dengan tingkat pemanfaatan baru sekitar 48%.
Sementara itu, potensi vegetasi biota laut juga sangat besar. Salah
satunya adalah terumbu karang. Dimana terumbu karang ini memilki fungsi
yang sangat startegis bagi kelangsungan hidup ekosistem laut yakni
fungsi ekologis yaitu sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan,
pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan berbagai
biota. Terumbu karang juga menghasilkan produk yang memiliki nilai
ekonomis penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga,
teripang dan kerang mutiara D`ta Ditjen Perikanan tahun
1991 menunjukan, potensi lestari sumber daya ikan pada terumbu karang di
perairan indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun, dengan luas total terumbu karang 50.000 km2.
Vegetasi lainnya adalah rumput laut. Rumput laut memiliki potensi lahan
untuk budidaya sekitar 26.700 ha dengan kemampuan potensi produksi
sebesar 482.400 ton/tahun (Ditjen Perikanan, 1991).
Disamping potensi sumber daya dapat pulih (renewable recources), wilayah pesisir dan laut kita juga memiliki potensi sumber daya tak terbaharukan (non-renewable recources).
Potensi ini meliputi mineral dan bahan tambang diantaranya berupa
minyak, gas, batu bara, emas, timah, nikel, bauksit dan juga granit,
kapur dan pasir. Potensi lain yang tidak kalah pentingnya lagi adalah
kawasan pesisir dan laut kita sangat potensial untuk pengelolaan jasa
lingkungan (environmental service).yang dimaksud dengan jasa
lingkungan adalah pemanfaatan kawasan pesisir dan lautan sebagai sarana
rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sarana
pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, kawasan perlindungan dan
sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya.
Potensi
lain yang juga belum tergarap adalah pemanfaatan wilayah pesisir dan
laut sebagai penghasil daya energi, belum dimanfaatkan secara optimal.
Padahal wilayah pesisir dan lautan merupakan salah satu sumber energi
alternatif yang sangat ramah lingkungan. Sumber energi yang dapat
dimanfaatkan antara lain berupa; arus pasang surut,, gelombang,
perbedaan salinitas, angin, dan pemanfaatan perbedaan suhu air laut di
lapisan permukaan dan lapisan dalam perairan atau yang kita kenal dengan
OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion).
Gambaran
potensi wilayah laut dan pesisir kita tersebut hanyalah sebahagian
kecil yang dimanfaat secara optimal. Tentunya masih banyak potensi lain
yang dapat dikembangkan guna kemakmuran rakyat. Namun sangat disayangkan
potensi sumber daya pesisir dan lautan belum bisa mewujudkan
kesejahteraan bagi masyarakat khususnya nelayan. Hal yang terjadi justru
sebaliknya, ditengah kebanggaan kita sebagai bangsa bahari, justru
nelayan kitalah yang paling termarjinalkan. Suatu fenomena yang kontras.
Rohmin Dahuri pernah mengatakan, seandainya saja potensi wilayah
pesisir dan laut dikelola secara baik maka hasilnya akan mampu membayar
utang luar negeri kita yang sampai hari ini belum bisa terbayarkan.
Namun apa boleh buat, model pengelolaan wilayah pesisir dan laut selama
ini sangat berorientasi pada aspek eksploitasi. Hal ini terlihat jelas
selama pemerintahan orde baru. Kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan
laut hanya sebatas untuk pemenuhan pundi uang bagi negara. Sementara
pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan belum sepenuhnya dilakukan.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan bisa
jadi suatu saat nanti akan menjadi penyedia primer bahan pangan. Tidak
berlebihan kiranya, mengingat jumlah penduduk yang meningkat tiap
tahunnya serta semakin kurangnya lahan pertanian akibat adanya aktivitas
pembangunan perumahan dan jalan. Dengan demikian mau tidak mau, suka
tidak suka potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan akan menjadi
kiblat ekonomi indonesia masa depan. Jika potensi kekayaan
ini dibiarkan merana tidak dikelola dengan baik, maka indonesia sebagai
negara bahari bisa jadi hanya tinggal nama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar